Cari Blog Ini

Rabu, 04 April 2012

10 Sejarah Organisasi

10 Sejarah Organisasi

Sejarah
Mahasiswa memang punya banyak ide. Tapi hanya sedikit yang benar-benar berusaha mewujudkannya. (anonym)
Dua puluh Juli pukul tiga pagi, tiga puluh tahun yang lalu, surat kabar Media Aesculapius edisi pertama lahir di sebuah percetakan di kawasan Kemayoran, bermodalkan mesin cetak Heidelberg tua. Zulazmi Mamdy, Abdullah Alatas Fahmi, Rohsiswanto, dkk. tidak tahu bahwa saat itu sebuah sejarah sedang ditorehkan.
Sebelum surat kabar Media Aesculapius, mahasiswa FKUI telah menerbitkan majalah Aesculapius sejak tahun 1957. Majalah yang namanya diambil dari dewa kesehatan dalam mitos Yunani ini beredar terbatas di lingkungan FKUI dan hidup dari iuran mahasiswa. Beberapa pengurus majalah Aesculapius antara lain adalah Sjaifoellah Noer, Marwali Harahap, Santoso Cornain, dan Azrul Azwar, lulusan FKUI yang ternama dan ahli di bidangnya. Akibat goncangan-goncangan di tubuh kemahasiswaan, sejak pertengahan 60-an Aesculapius terbit tidak teratur, frekuensinya menurun, demikian pula kualitas cetaknya. Suatu keadaan yang memprihatinkan bagi FKUI, sementara UI sendiri punya koran Salemba, FE punya Economica, dan di ITB ada koran Mahasiswa Indonesia, yang semuanya tampil membanggakan.
Ingin mempebaiki keadaan ini, Zulazmi Mamdy, seorang mahasiswa tingkat III FKUI yang idealis dan gemar menulis, menawarkan diri untuk mengelolan majalah Aesculapius. Setelah terbit dua edisi, penerbitan Aesculapius membentur berbagai masalah yang justru vital, yaitu kesulitan membaca dan –dengan sendirinya- dana. Mengharap dana dari iklan adalah impian belaka karena bentuk majalah Aesculapius hanya berupa stensilan yang kurang menarik bagi para pemasang iklan. Pada Juli 1969 setelah memeras otak mencari jalan keluar, Zulazmi dan Rushdy Hussein –seniman yang kesasar di FK- menelurkan ide untuk membuat media cetak yang bermutu dan berdaya jual, diberi nama surat kabar Media Aesculapius, berskala nasional dengan tiras ribuan eksemplar.
Dipilihnya bentuk surat kabar karena pembuatannya lebih mudah dan murah. Selain itu, karena akan disebarkan bagi dokter dan mahasiswa kedokteran di seluruh Indonesia, ongkos kirimnya jauh lebih murah daripada majalah. Dengan ide menerbitkan surat kabar ini dalam skala nasional, diharapkan pemasukan dari iklan akan lebih mudah. Ditambahkannya kata ‘Media’ di depan ‘Aesculapius’ adalah untuk membedakan surat kabar ini dengan majalah Aesculapius yang telah terbit sebelumnya. Belakangan disebutkan bahwa pencetus MA berharap suatu saat majalah Aesculapius bisa terbit lagi bersama-sama surat kabar MA, meskipun belum kunjung kesampaian sampai sekarang.
Diwarnai optimisme bahwa media ini akan mengharumkan nama FKUI, mereka mengajukan proposal kepada Dekanat melalui Senat FKUI dengan harapan memperoleh ijin termasuk dukungan dana. Namun dengan alasan dana, proposal mereka ditolak. Konon, belakangan diketahui proposal itu tidak pernah sampai ke meja Dekanan lantaran hilang tak tentu rimbannya.
Penolakan ini cukup membuat mereka ciut hingga Rushdy Husein pun menyatakan mundur. Padahal, saat itu telah ada rekomendasi tempat percetakan dari Toka Hideo Pangemanan (belakangan ikut bergabung dalam MA) yang cukup menggiurkan karena telah menggunakan mesin cetak offset, sementara yang lain masih dengan mesin lama era Gutenberg.</

sumber:media aesculapius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar